Wara-Wara Wira’i
Wara-Wara Wira’i
12 Jumadil Akhir 1439 — 28 Februari 2018
Seorang pemuda terlihat kebingungan karena mencari
domba-dombanya yang hilang. Ia tersentak, melihat domba-dombanya sedang memakan
rumput-rumput dari kejauhan. Sontak ia berlari menuju sebuah rumah di samping
rumput tersebut untuk bertatap muka dengan si pemilik rumput. Ia mengetuk pintu
dan keluarlah seorang laki-laki.
“Assalaamu’alaikum Tuan, apa benar Anda memiliki
rumput-rumput di sana?” tanya si pemuda. “Wa’alaikumussalaam, benar wahai pemuda.
Ada apa?” jawab si pemilik rumput. “Maafkan saya Tuan, domba-domba saya memakan
rumput Tuan. Saya memohon untuk diikhlaskan rumput-rumput itu sehingga
domba-domba saya tidak memakan sesuatu yang haram. Saya tidak ingin memiliki
harta yang haram.”
Si pemilik rumput dibuat kagum olehnya hingga tersenyum.
Berbanggalah ia bertemu dengan seorang pemuda yang berhati-hati, selalu menjaga
antara yang halal dan haram. Pemuda tersebut dikenal dengan Badiuzzaman Said
Nursi, sang ulama keajaiban zaman. Kepandaiannya menguasai ilmu-ilmu agama dan
modern dalam masa yang sangat singkat telah menjadikan beliau seseorang yang
tidak bisa dikalahkan dalam segala perdebatan.
Said Nursi telah menggambarkan salah satu sifat mulia yakni
wira’i atau wara’ yakni berhati-hati dalam menjaga sesuatu dari yang haram.
Keistiqamahannya telah membawa Said Nursi menjadi ulama yang disegani banyak
orang. Bahkan, muncul nama Thullabun Nur yakni perkumpulan pecinta Badiuzzaman
Said Nursi melalui kitab Risalah Nur yang ditulis olehnya. Kehebatannya
merupakan bentuk nikmat yang Allah berikan di kala ia bermunajat untuk menjadi
seorang penentang kezaliman dan penegak keimanan.
Disebutkan dalam hadits riwayat Muslim bahwa Abu Hurairah
berkata, “Rasulullaah bersabda bahwa sesungguhnya Allah itu baik dan hanya
menerima yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang
mukmin segala apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah berfirman, ‘Wahai
para Rasul, makanlah kalian dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih.’
(QS Al-Mu’minun: 51). Allah juga berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman,
makanlah kalian dari makanan yang baik-baik yang kami rezekikan kepada kalian.’
(QS Al-Baqarah: 172).
Lalu, Rasulullaah bercerita tentang seorang lelaki yang
menempuh perjalanan jauh, hingga rambutnya kusut dan kotor. Ia lalu
menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Ya Rabb, ya Rabb’
sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia kenyang
dengan barang haram. Maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan?”
Hikmahnya, walau si lelaki telah melakukan sebab-sebab
terkabulnya doa yakni menempuh perjalanan jauh hingga rambutnya kusut dan kotor
serta mengangkat kedua tangan seraya memanggil asma-Nya, doanya tidak
terkabulkan. Semua yang dilakukan dalam doanya luntur karena ia berbalut
pakaian, makanan, minuman, dan barang yang haram.
Memang tak mudah beristiqamah dalam wira’i, apalagi kita
hidup di zaman yang ramai dengan kemaksiatan. Akan tetapi, Allah menyukai
hamba-hamba-Nya yang terus berusaha, beristiqamah dalam menjaga diri dari yang
haram supaya kelak Allah mengabulkan doa yang kita panjatkan kepada-Nya dan
berada dalam surga yang Dia janjikan.
Semangat beristiqamah dalam menjaga diri Sahabat SKIPsi,
jangan lupa saling mengingatkan dan menguatkan! 😊
Terinspirasi dari:
- An-Nawawi, Imam. 2015. Hadits Arbain An-Nawawiyah
(Terjemahan Bahasa Indonesia). Surabaya: AW Publisher.
- Daqiqil, Ibnu. 2005. Syarhul Arba’iina Hadiitsan
An-Nawawiyah (Terjemah Muhammad Thalib). Yogyakarta: Media Hidayah.
- El-Shirazy, Habiburrahman. 2014. Api Tauhid. Jakarta:
Republika.
#SKIPsiUNAIR
#DekatBersahabat
Komentar
Posting Komentar