Berjuang Bersama Dibidang Masing-masing
Oleh
Angkasa Firdaus
Ketika
ditanya mengenai cita-cita, kebanyakan anak kecil tertarik dengan profesi
dokter, pilot, polisi, dan guru. Namun seiring berjalannya waktu, akan lebih
realistis dan berpindah haluan ke bidang lain. Tetapi tidak bagi aku. Aku tetap
konsisten pada cita-cita semasa kecilku, menjadi seorang dokter yang sholihah.
Sejak kecil, aku menyukai rumah sakit. Aku suka aroma rumah sakit yang khas.
Aku suka bangunannya yang kompleks. Aku
bersemangat ketika diajak ayah dan ibu menjenguk rekannya yang dirawat di rumah
sakit. Namun aku kesal ketika sampai di ruangan inap rumah sakit, anak kecil
sepertiku tidak diizinkan masuk.
Orang
tuaku sangat mendukung cita-citaku, terutama ayahku. Ayahku pernah bilang,
“Ayah dulu ingin jadi dokter. Namun ketika tes kesehatan, ternyata ayah buta
warna parsial. Jadi ayah harap, kamu dapat menggantikan ayah meraih cita-cita
ayah yang tertunda itu.” Kalau nasihat dari ibu, “Jadi dokter yang bermanfaat,
membantu menyembuhkan orang dari rasa sakitnya.” Dan aku pun semakin semangat.
Ketika
SMA, aku menemukan banyak teman yang memiliki cita-cita yang sama denganku. Dan
aku pun berbagi mimpi bersama mereka, “aku ingin jadi dokter, dan ingin
membantu rakyat kecil yang sakit dengan membebaskan biaya bagi mereka.” Salah
seorang temanku meneruskan, “iya, aku setuju. Nanti kita buat sistem
kesepakatan bagi mereka yang berkecukupan dapat membayar lebih dari yang
seharusnya. Nanti uang lebihnya itu untuk membiayai mereka yang kurang mampu.
Ada sistem sedekah dari keluarga berkecukupan. Dengan begini, semoga nantinya
kesehatan di Indonesia bisa maju. Soalnya menurutku nih, di Indonesia ini udah
banyak dokter, tapi kasus kesehatan masih kurang.” Temanku yang lain juga
menyambung, “iya nih. Bismillah, kita bawa nama islam, kita sebagai muslim
untuk mewujudkan mimpi ini.” Aku dan teman-temanku juga terinspirasi oleh
dokter Gamal Albinsaid. Beliau adalah dokter yang masih muda, mendirikan
klinik, dan menerapkan pembayaran pelayanan kesehatan dengan menyetor sampah
bagi mereka yang tidak mampu. Dengan begitu, selain tidak memberatkan beban biaya
kesehatan yang biasanya mahal, juga dapat mengatasi sampah yang terkumpul
tersebut. Setelah mengetahui tentang sosok dokter Gamal, ada salah seorang teman
yang memiliki ide, “nanti kita bikin dengan bayaran menghafal surat-surat
pendek.”
Namun
ternyata untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu butuh perjuangan yang tak mudah.
Namanya kesuksesan memang tidak pernah instan. Harus melewati rintangan dan
tantangan untuk mencapainya. Sampai pada titik, “aku bosan dengan belajar. Aku
jenuh,” kata seorang kawan. “Aku capek. Aku nggak kuat. Kamu aja yaa yang
meneruskan mimpi kita,” kata yang lainnya. Dan, “tenang aja, aku bakalan tetep
bantu kok dengan cara lain untuk mewujudkan mimpi kita.”
Dan
sampailah dititik ini. Dari sekian banyak teman yang awalnya ingin menjadi
seorang dokter, tersisa 2 orang. Salah satunya adalah aku. Aku tetap merasa
beruntung, masih ada seorang teman yang menemani dibidang ini, masih ada yang
menguatkan. Saling menguatkan, lebih tepatnya. Walaupun sempat menyesali
keputusan yang lain yang meninggalkanku, aku percaya akan ada hikmah disetiap
skenario Allah.
Salah
satu hal yang membuatkan masih bertahan disini adalah nasihat dari seorang
guru, “Tidak apa-apa. Justru, peran kalian memang harus dibagi. Ada yang
dibidang kesehatan, untuk mewujudkan mimpi kalian. Ada yang dibidang bisnis,
nanti bisa membantu lewat finansial dalam mewujudkan mimpi kalian. Ada yang
dibidang manajemen, nanti bisa tetap membantu lewat bidangnya, jadi manajer di
rumah sakitnya, misalnya. Ada yang dibidang arsitek dan teknik sipil untuk bisa
membantu dalam membuat desain dan membangun bangunan rumah sakitnya. Atau bisa
dibidang politik, pejabat negara, ahli hukum, sastrawan, psikolog, dan lain
sebagainya. Yang penting tujuannya sama; membangun Indonesia yang lebih baik
dengan nama islam, karena kita seorang muslim.”
Komentar
Posting Komentar